SMD di http://www.ntbprov.go.id/baca.php?berita=1342

PROGRAM UNGGULAN - INSPIRASI
Sarjana Membangun Desa
    
Oleh : Sek. Program Unggulan - PDE 

Sri Astuti punya keterbatasan fisik sejak kecil. Ia sempat terserang folio dan tak bisa berjalan jauh.Tetapi di usianya yang belum lagi 30 tahun, sarjana peternakan lulusan Unram tersebut telah bergelut panjang dengan budidaya sapi dan menorehkan prestasi yang layak dibanggakan.

Sejak 2006 ia mengolah lahan tidur yang dimiliki keluarga besarnya di Desa Batu Putih, taliwang Sumbawa Barat. Lahan seluas 5 hektar itu ia jadikan areal peternakan sapi bali dengan melibatkan sejumlah pemuda di desanya. Dua tahun kemudian, Astuti memperoleh penghargaan sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan berprestasi Nasional dari Menteri Pemuda dan Olahraga dalam bidang usaha kewirasuhaan pemuda.

Awal 2009, Astuti lulus seleksi Sarjana Membangun Desa (SMD). Ia bahkan menjadi lulus terbaik dari 600 SMD seluruh Indonesia yang lulus satu angkatan dengannya. Kelompok Tani Ternak (KTT) Neng Le Laki di desa Batu Putih, Taliwang, yang menjadi dampingan Astuti dalam dua tahun berjalan menunjukkan kinerja kelompok yang menonjol.

Bantuan stimulus dana sebesar 300 juta yang diberikan pemerintah pada akhir 2009, berhasil dikelola dengan baik. KTT Neng Le Laki berkembang menjadi dua kelompok dengan jumlah anggota 25 orang. KTT Neng Le Laki juga punya Koperasi Serba Usaha (KSU) yang menyangga kebutuhan sehari-hari anggota.

Ada pula unit usaha pengolahan pupuk organik yang memanfaatkan limbah peternakan dan pertanian. “Menjadi SMD bagi saya merupakan tantangan tersendiri. Saya dan para anggota kelompok harus terus berfikir bagaim- ana bertahan dan mengembangkan kelompok menjadi lebih maju. Etos dan kreatifitas terasa diasah betul disini,” terang Astuti.

Astuti tidak sendiri, di Desa batu Tulis, Kecamatan Jonggat Lombok Tengah ada KTT Tunas Ridho. Erwin Hadinata menjadi SMD di kelompok tersebut. Pada akhir 2009 lalu, KTT Tunas Ridho pernah mendapat kunjungan dari Bayu Krisnamurti, Wakil Menteri Pertanian RI. KTT ini menonjol dalam hal membangun dan memperkuat kelembagaan. Di KTT ini berlaku pembagian tugas yang jelas, diterapkan pula awiq-awiq yang mengikat semua anggota. Misalnya tentang aturan ronda, gotong royong, dan pengaturan keuntungan hasil penjualan sapi.

KTT Tunas Ridho juga sedang mengembangkan pabrik pakan mini bekerja-sama dengan pihak swasta. Pabrik mini ini nantinya akan menjadi unit usaha tersendiri, selain untuk memenuhi kebutuhan pakan bagi ternak di kelompok. KTT Tunas Ridho memelihara sekitar 40 ekor sapi. Bisnis utama mereka pengemukan dengan masa pemeliharan 4-6 bulan. Erwin menuturkan saat ini harga sapi lagi jatuh. Kelompoknya harus kreatif mensiasati keadaan.

Astuti dan Erwin bagian dari 111 SMD yang tersebar di seluruh wilayah NTB. Para SMD tersebut bukan PNS. Mereka tidak menerima gaji bulanan. Pada tahun pertama, mereka menerima insentif yang dialokasikan dalam dana stimulus yang pemerintah berikan. “Insentif yang menjadi hak saya, setengahnya saya tanamkan kembali sebagai saham saya dalam kelompok,” terang Erwin. Memasuki tahun ke dua dan berikutnya, para SMD tersebut membiayai dirinya sendiri dari hasil keuntungan usaha kelompok dampingannya.

Ratusan SMD tersebut bisa disebut sebagai pioner pengerak wirausaha di sektor peternakan. Di tangan mereka tak kurang 4.245 ekor sapi ikelola. Tentu saja menjadi pioneer tidaklah mudah. Kegagalan kelompok bisa dengan mudah dicap sebagai ketidakmampuan para SMD. Sebaliknya keber- hasilan kelompok, tidak selalu lekas dilekatkan kepada SMD.

Astuti, Erwin dan ratusan rekannya setidaknya telah membuktikan. Menjadi pioner wirausaha peternakan adalah tugas mulia yang penuh tantangan.


0 komentar:

Posting Komentar

 
  • Media Penyuluhan © 2012 | Designed by Rumah Dijual, in collaboration with Web Hosting , Blogger Templates and WP Themes